Makalah Teori Konstruktivisme
Satu pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan cara bagaimana manusia memperoleh ilmu pengetahuan telah mula menarik perhatian para pendidik seluruh dunia. Pandangan baru ini menganggap murid bukan hanya menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya tetapi membina pengetahuannya melalui interaksi dengan sekitarnya. Pandangan ini dikenali sebagai Konstruktivisme. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang berakar dari teori pembelajaran khususnya teori pembelajaran konstruktivis. Menurut McBrien & Brandt,1997 (dalam Sharifah, 2001) menyatakan bahwa “Constructivism is an approach to teaching based on research about how people learn. Many researchers say that each individual constructs knowledge rather than receiving it from others.” Yang artinya adalah Konstruktivisme adalah sebuah pendekatan untuk mengajar berdasarkan penelitian tentang bagaimana orang belajar. Banyak peneliti mengatakan bahwa setiap individu membangun pengetahuan daripada menerima dari orang lain.
Suparno (1997) Konstuktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan mereka melalui interasi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Seatu pengetahuan bisa dianggap benar bila pengetahuan itu dapat dipergunakan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinteraksikan sendiri oleh masing-masing orang.
Sejalan dengan itu menurut Briner, M (dalam Sharifah, 2001) berpendapat bahwa They are constructing their own knowledge by testing ideas and approaches based on their prior knowledge and experience, applying these to a new situation and integrating the new knowledge gained with pre-existing intellectual constructs. Yang artianya Mereka membangun pengetahuan mereka sendiri dengan menguji ide dan pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman, menerapkan ini untuk situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan konstruksi intelektual sudah ada.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa konstuktivisme adalah bagaimana siswa memperoleh pengetahuan sendiri atau pendekatan berdasarkan pengetahuan melalui interasi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan siswa.
Teori pembelajaran konstruktivis merupakan pandangan yang lahir dari dari Pieget dan Vygotsky yang menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu konsep ketidakseimbangan dalam memahami informasi-informasi baru. Teori konstruktivisme menekankan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi atau pengetahuannya yang kompleks, mengecek informasi atau pengetahuan baru tersebut dengan informasi atau pengetahuan yang telah diperolehnya dan merevisinya apabila informasi atau pengetahuan itu tidak lagi sesuai. Pieget dan Vygotsky juga menekankan adanya hakekat sosial dari belajar dan keduanya menyarankan untuk menggunakan kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan perubahan konseptual. Untuk itu agar peserta didik benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Pandangan antara teori Jean Piaget dan Vygotsky menurut Santrock (dalam Suprijono, 2009: 34) sebagai berikut :
Tabel 01. Pandangan teori Jean Piaget dan Vygotsky
Topik Jean Piaget Vygotsky
Kontek Sosiokultural Sedikit penekanan Penekanan kuat
Konstruktivisme Konstruktivis kognitif Konstuktivis sosial
Tahapan Penekanan perkembangan kognitif (sensorimotor, praooprasional, oprasional konkrit, dan operasional formal) Kurang menekankan perkembangan kognitif
Proses Konstruksi Sekemata, asimilasi, akomodasi, equilibrium Zo-ped, bahasa, dialog adalah alat dari kultur
Peran Bahasa Perkembangan kognitif menentukan bahasa Bahasa memainkan peranan kuat dalam membentuk pemikiran
Peran Pendidikan Pendidikan memperbaiki keterampilan kognitif peserta didik Pendidikan memaikan peran senteral, membantu peserta didik mempelajari alat-alat kultur.
Implikasi Pengajaran Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk menemukan pengeahuan Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar bersama guru, teman, dan para ahli.
Tekanan utama teori konstruktivisme adalah lebih memberikan tempat kepada siswa/subjek didik dalam proses pembelajaran dari pada guru atau instruktur. Cara mengajar guru sangat dipengaruhi oleh pemahaman tentang pembelajaran. Selama ini prinsif-prinsif Pembelajaran tradisional amat mendominasi pemahaman guru. Cara mengajar guru telah lebih lama terpola dalam pemikiran Pembelajaran tradisional. Mendekonstruksi mindset guru dari cara-cara mengajar berbasis konstruktivisme tentu bukan persoalan gampang bagi guru. Analis komparatif terhadap keduanya kiranya dapat membantu upaya pendekonstruksian tersebut.
Brooks dan brooks (dalam Suprijono,2009) memberikan perbandingan menarik antara kelas konstruktivisme dan tradisional sebagai berikut.
Tabel 02. Perbandingan kelas Konsturuktifisme dan tradisional
KONSTRUKTIVISME TRADISIONAL
Kegiatan belajar berstandar pada materi hands-on Kegiatan belajar berstandar pada tex- books
Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian Presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian, kemudian pindah ke seluruhan
Menekankan pad aide-ide besar Menekankan keterampilan-keterampilan dasar
Guru mengikuti pertanyaan peserta didik Guru mengikuti kurikulum yang pasti
Guru menyiapkan belajar di mana peserta didik dapat menemukan pengetahuan. Guru mempresentasikan informasi kepada peserta didik
Guru berusaha membuat peserta didik mengungkapkan sudut pandang dan pemahaman mereka dapat memahami pembelajaran mereka. Guru berusaha membantu peserta didik memberikan jawaban yang benar.
Assesmen diintegrasikan dengan belajar mengajar melalui portofolio dan observasi Assesmen adalah kegiatan tersendiri dan terjadi melalui testing.
Ada ciri-ciri pembelajaran secara konstruktivisme menurut Asrori (2007) adalah sebagai berikut.
a) Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
b) Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
c) Memandang siswa menjadi pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
d) Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menentukan proses.
e) Mendorong siswa mampu melakukan pendidikan.
f) Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
g) Mendorongberkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
h) Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
i) Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif.
j) Banyak menggunakan teknologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran
k) Menekankan pentingnya “ bagaimana” siswa belajar
l) mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru.
m) Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
n) Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata.
o) Menekankan pentingknya konteks dalam belajar.
p) Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
q) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme diatas, berikut ini bagaimana penerapan teori konstruktivisme di kelas.
a) Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasan-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berfikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas dan intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-petanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi “pemecahan masalah” .
b) Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara-cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.
c) Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berbeda di balik respons-respons factual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghitung dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan memperhatikan gagasan-gagasan atau pemikirannya.
d) Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lain
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk mengemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa nyaman dan aman untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.
e) Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, sering kali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hipotesis yang mereka buat, terutama melalui diskusi kelompok dan pengalaman nyata.
f) Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.(dalam Asrori, 2007).
Menurut Sharifah (2001) pada pemebalajaran secara konstruktivisme memiliki keunggulan atau kelebihan diannya yaitu :
a) Berfikir
Dalam proses membangun pengetahuan baru, murid akan berpikir untuk memecahkan masalah, menghasilkan ide, dan membuat keputusan yang bijak dalam menghadapi berbagai kemungkinan dan tantangan. Sebagai misalnya, ini dapat dicapai melalui kegiatan penelitian dan investigasi seperti mengidentifikasi masalah, mengumpulkan informasi, memproses data, membuat interpretasi dan kesimpulan.
b) Mengerti
Pemahaman murid tentang sesuatu konsep dan ide lebih jelas apabila mereka terlibat secara langsung dalam konstruksi pengetahuan baru. Seorang murid yang memahami apa yang dipelajari akan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang aru dalam kehidupan dan situasi baru.
c) Ingat
Setelah memahami sesuatu konsep, murid akan dapat mengingat lebih lama konsep tersebut karena mereka terlibat secara aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membangun pengetahuan baru.
d) Yakin
Murid yang belajar secara konstruktivisme diberi kesempatan untuk membangun sendiri pemahaman mereka tentang sesuatu. Ini membuat mereka lebih yakin kepada diri sendiri dan berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru
e) Keterampilan sosial
Murid yang berkemahiran sosial boleh bekerjasama dengan orang lain dalam menghadapi sebarang cabaran dan masalah. Kemahiran sosial ini diperoleh apabila murid berinteraksi dengan rakan-rakan dan guru dalam membina pengetahuan mereka.
f) Menyenangkan
Dalam pembelajaran secara konstruktivisme, murid membangun sendiri pengetahuan, konsep dan ide secara aktif. Ini membuat mereka lebih mengerti, lebih yakin dan lebih menyenangkan untuk terus belajar sepanjang hayat meskipun menghadapi berbagai kemungkinan dan tantangan.